“Waktu itu, saya kelas tiga SMA dan Ainun
masih kelas dua SMA. Ainun duduk-duduk bersama 'gengnya' yang
cantik-cantik. Entah bagaimana, saya tiba-tiba mendatangi 'geng' itu,
lalu berkata kepada Ainun, "Hey, kamu itu kenapa jelek ya? Hitam lagi."
Lalu, saya pergi. Pasti Ainun saat itu jengkel sekali. Kenapa? Mungkin
ia berpikir saya kurang ajar. Padahal mungkin secara tidak sadar, saya
tertarik kepada Ainun, tetapi saya mengekspresikannya dengan cara lain karena saya tidak terlalu berani mengatakan kalau saya suka dia.” - Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat
Kami berdua suami-isteri dapat menghayati pikiran dan perasaan
masing-masing tanpa bicara. Malah antara kami berdua terbentuk
komunikasi tanpa bicara, semacam telepati …
… Saya bahagia malam-malam hari berdua di kamar: dia sibuk diantara
kertas-kertasnya yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca
atau berbuat yang lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu
tanpa diminta : mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya …
(Hasri Ainun Habibie)
-- Mungkin kita bisa menanyakan arti cinta sejati pada beliau, yang mencium pusara istrinya, dan mengenang begitu banyak cinta.
Itu benar sekali, kawan, kisah cinta sejati itu bukan dari kisah Romeo
Juliet yang isinya jelas-jelas gagal menikah, bunuh diri pula. Di mana
hikmah cinta Romeo-Juliet? Mati bersama2 dengan cara amat buruk? Tapi
sungguh cerita sejati itu datang dari orang tua di sekitar kita, yang
hingga akhir hayatnya tetap setia satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar